Senin, 02 April 2012

Masih ingat salah satu dongeng yang ada di novel Harry Potter? Ternyata dunia sihir sama jg dengan dunia muggle memiliki dongeng... Sekedar mengingatkan, ini ceritanya.....
Pada zaman dahulu, ada tiga saudara, kakak-beradik, yg berkelana melewati jalan panjang yg berliku-liku di senja hari. Pada waktunya, ketiga saudara ini tiba di sungai yg terlalu dalam untuk diseberangi dengan jalan kaki dan terlalu berbahaya untuk diseberangi dengan berenang. Meskipun demikian, ketiga saudara ini menguasai ilmu sihir. Maka, mereka tinggal melambaikan tongkat sihir mereka dan sebuah jembatan muncul di atas air yang berbahaya itu. Mereka sudah tiba di tengah jembatan ketika ternyata jalan mereka dihalangi oleh sosok berkerudung. Dan kematian berbicara kepada mereka. Dia marah telah kehilangan tiga korban baru, karena para pengelana biasanya tenggelam di sungai ini. Tetapi Kematian licik.

 Dia berpura-pura memberi selamat kepada ketiga saudara ini atas sihir mereka, dan berkata masing-masing berhak mendapatkan hadiah karena telah cukup pintar untuk menghindarinya. Maka, si sulung, yang suka bertempur, meminta tongkat sihir yang lebih hebat daripada semua tongkat sihir yang pernah ada : tongkat sihir yang harus selalu memenangkan duel bagi pemiliknya, tongkat sihir yang layak diterima penyihir yang telah mengalahkan kematian! Maka, Kematian menyeberangke sebatang pohon elder di tepi sungai, membuat tongkat sihir dari batang yang menggantung di sana, dan memberikannya kepada si sulung. Kemudian si tengah, orang yang sombong, memutuskan dia ingin mempermalukan Kematian lebioh jauh lagi, dan meminta kekuatan untuk mengembalikan orang yang sudah mati. Kemudian Kematian menanyai si bungsu, apa yang di inginkannya. Si bungsu ini yang paling rendah hati,dan juga yang paling bijaksana di antara ketiga kakak-beradik ini. Maka dia meminta sesuatu yang bisa membuatnya melanjutkan perjalanan dari tempat itu tanpa di ikuti Kematian. Dan Kematian dengan amat sangat enggan, menyerahkan Jubah Gaib-nya sendiri kepadanya. Kemudian, Kematian menyisih dan mengizinkan ketiga kakak-beradik tersebut melanjutkan perjalanan mereka, dan mereka pun melanjutkan perjalanan, sambil membicarakan dengan takjub petualangan yang telah mereka alami, dan mengagumi hadiah dari Kematian. Pada saatnya, ketiga kakak-beradik ini berpisah, masing-masing menuju tujuan mereka sendiri-sendiri. Si sulung berjalan kira-kira seminggu lagi, dan tiba di suatu desa yang jauh, mencari penyihir kenalannya, dengan siapa dia pernah bertengkar. Meninggalkan musuhnya mati dilantai, si sulung menuju tempat penginapan. Di sana dia membanggakan keras-keras kehebatan tongkat sihir yang telah diperolehnya dari Kematian sendiri, tentang bagaimana tongkat sihir itu membuatnya tak terkalahkan. Malam itu juga, seorang penyihir lain mendatangi si sulung yang sedang terlelap, bersimbah anggur di tempat tidurnya. Pencuri itu mengambil tongkat sehirnya, sebagai tanbahan, menggorok leher si sulung. Maka, Kematian mengambil si sulung sebagai miliknya. Sementara itu, si tengah pulang ke rumahnya, tempat dia hidup sendiri. Dia mengeluarkan batu yang memiliki kekuatan untuk mengembalikan orang mati. Betapa heran dan gembiranya dia, sosok gadis yang dulu diharapkannya untuk dinikahinya, sebelum gadis itu meninggal di usia muda, seketika itu juga muncul di hadapannya. Meskipun demikian, gadis itu sedih dan dingin, terpisah darinya seolah oleh sehelai selubung. Walaupun telah kembali ke dunia orang hidup, dia sesungguhnya bukanlah bagian dari dunia itu dan menderita. Akhirnya, si tengah menjadi gila karena kerinduannya yang sia-sia, membunuh diri supaya benar-benar bergabung dengan gadis itu. Maka Kematian mengambil si tengah sebagai miliknya. Namun, meski Kematian mencari si bungsu selama bertahun-tahun, dia tidak pernah berhasil menemukannya. Barulah ketika telah mencapai usia sangat lanjut, si bungsu membuka Jubah Gaib-nya dan memberikannya kepada anak laki-lakinya. Dan kemudian dia menyalami kematian sebagai teman lama, dan pergi bersamanya dengan senang, dan sebagai teman sederajat, mereka meninggalkan kehidupan ini.

0 komentar:

Posting Komentar