Selasa, 18 Desember 2012


Ayah… 58 tahun kini usiamu. Rambutmu yang mulai memutih menyiratkan wajah yang semakin tua rasanya… ah…. Ayah belum cukup rasanya kami anak-anakmu memberikan yang terbaik sesuai dengan harapanmu.
Ayah…. Tidak cukup rasanya waktu ini menulis tentang dirimu. Ada banyak kisah yang terangkum tentang dirimu…
Add caption
Ayah… tidak apakan kalau kumulai kisah ini sewaktu aku mulai masuk sekolah dasar.. aku masih ingat pertama sekali aku memasuki jenjang sekolah dasar, engkau yang mengantarkan. Rasanya waktu itu aku tidak ingin melepaskan tanganmu dari genggamanku karena takut engkau tinggalkan. Bahkan sudah di dalam kelaspun aku masih menoleh ke belakang melihat ke jendela apakah engkau masih menungguiku disana… dan itu berlangsung 1 minggu ayah, hingga aku mulai mengenal teman-temanku dan aku merasa engkau tak perlu lagi menungguiku hingga pulang sekolah.
Satu lagi ayah yang kuingat sewaktu aku masih SD dulu… sampai kelas 3 setiap menerima rapot engkau pasti menungguiku… dan aku membayar itu semua dengan kebanggaan padamu… setidaknya 3 besar selalu kuraih saat itu. Dan pulang dari sekolah engkau pasti mengajakku ke pasar dan membelikan hadiah untukku. Dan yang paling sering adalah selop BATA… hahaha bahkan hingga aku kuliah pun engkau masih mau membelikan sendal untukku..
Ayah…ketika aku sudah SMP ada kejadian lucu yang kuingat hingga sekarang.. Dulu aku sering terlambat berangkat sekolah, padahal letak sekolahku tidak begitu jauh dari rumah.. dan satu hal yang kusalahkan penyebab keterlambatan itu semua adalah rutinitas sarapan pagi… dan untuk menyiasati itu semua aku mengeliminasi rutinitas itu dengan trik yang kupikir tidak akan pernah terbongkar.. aku taruh nasi di piring, kemudian kukembalikan lagi ketempatnya, jadi masih ada sisa-sisa nasi yang lengket. Kemudian ku kasih kuah sedikit jadi seolah-olah piring itu adalah bekas makan.. ah ayah… itu berlangsung cukup lama dan akhirnya ketahuan olehmu. Akibatnya engkaupun menungguiku setiap pagi menghabiskan sarapanku. Dan tahukah engkau ayah.. jujur sebenarnya itu sangat menyiksa…
Menjelang akhir masa SMP ku engkau menyaranku ku melanjut ke Matauli di Sibolga. Alasannya agar aku lebih mandiri.. sebenarnya aku tidak begitu tertarik, tapi gag papalah dicoba pikirku saat itu.. akhirnya jauh-jauh hari sebelum mengikuti tes itu engkapun dengan semangatnya selalu mengajakku pagi sehabis subuh untuk lari pagi… Untuk menguatkan stamina katamu waktu itu.. dengan mata yang masih mengantuk, engkau membangunkan ku untuk lari pagi.. rute yang sama di tiap pagi dan dengan rasa yang malas-malasan juga. Aku selalu jauh tertinggal dibelakangmu karena lebih sering jalan dengan kepala yang terantuk-antuk.. dan biasanya aku mulai berlari kalau mendengar ada suara anjing yang menyalak…
Jujur ayah.. dari semua tes yang kulakukan saat mencoba masuk Matauli, tes samapta itulah yang paling berat kurasakan, rasanya badan ku remuk redam waktu itu, sampai aku berujar tidak akan pernah masuk sekolah ini.. bahkan di pengumuman lulus pun engkau tidak kuberi tahu. Akhirnya engkau tahu sendiri dan terus membujukku agar tetap mau sekolah disana. Biar mandiri.. itu selalu alasanmu. Entah kenapa ya ayah aku akhirnya terbujuk juga waktu itu.
Aku masih ingat pertama sekali mau berangkat kesana, aku berontak lagi dan menangis meminta engkau untuk membatalkan itu semua… Tapi toh akhirnya 3 tahunku berhasil juga kuselesaikan disana.
Di akhir SMA ku engkau menyarankan untuk kuliah di Medan saja, setidaknya disana banyak saudara katamu waktu itu, dan aku menurut saja.
Walaupun pilihan terakhir tapi aku lulus juga SPMB waktu itu dan kuliah di Pendidikan Geografi Unimed.. Setidaknya aku sama seperti Bunda ya ayah… Dulu dia seorang guru juga, bukan hanya buat orang lain tapi juga untuk keluarganya. Aku juga ingin seperti itu kelak menjadi pendidik untuk keluargaku nantinya.
Ayah…. Takdir Allah berbicara lain. Belum sempat aku menyelesaikan pendidikanku, bunda orang yang sama-sama kita sayangi akhirnya pergi untuk selama-lamanya.
Aku bahkan engkapun aku yakin tidak akan pernah mengira semua akan terjadi seperti itu.. bukankah beberapa jam sebelum kepergian beliau di rumah sakit sambil aku menyisir rambut bunda kita masih sempat bersenda gurau, bercerita banyak hal…
Jujur ayah.. saat itu aku betul-betul takut akan seperti apa keluarga kita kelak. Engkau sajapun belum pulih benar dari sakitmu dan harus menerima ujuan itu semua.. tapi aku anak pertama ya ayah.. setidaknya aku yang harus berdiri kokoh disampingmu sekarang..
Akhirnya aku menyelesaikan pendidikanku hanya dengan dirimu ayah… bahkan Adel kuliah hingga lulus dan Fahri kau kuliahkan ke Bandung pun semua itu kau perjuangkan sendiri..
Ayah…ada sifatmu yang sangat aku banggakan hingga saat ini, engkau bukanlah seorang kepala rumah tangga yang taunya hanya mencari nafkah saja.. engkau tidak segan membantu bunda dulu mengerjakan tugas-tugas rumah tangga… Bahkan memasak pun engkau bisa lakukan itu ayah.. sampai sekarang bagiku nasi goreng buatanmu adalah yang paling enak di dunia ayah… Ayah…  sosok seperti dirimu lah yang kuinginkan sebagai pendampingku nantinya… tegas tapi penuh kelembutan.
Ayah… aku tahu tidak mudah hidupmu beberapa tahun belakangan ini.. tidak mudah bagimu membesarkan, merawat, dan menjaga 3 orang putri dan 2 orang putra dengan usia dan sifat yang berbeda-beda…  tapi engkau perjuangkan itu semua ayah….
Ayah.. sudah 4 kali Lebaran kita lalui hanya berenam. Dan pesanmu yang selalu kuingat setiap kami sungkem dan memohon maafmu adalah  “Jangan pernah tunjukkan pada orang lain kalau kalian sudah tidak beribu lagi… tanpa dia kalian tetap harus hidup rukun dan saling menjaga satu sama lain…”  itu selalu yang kau tekankan pada kami. Ya ayah.. aku akan selalu mengingat pesanmu itu.
Ayah… dihari miladmu ini aku ucapkan Selamat Hari Lahir Ayah…. Semoga engkau selalu diberikan Allah SWT kesehatan, umur yang berkah, kesabaran dan keikhlasan untuk selalu menjaga kami anak-anakmu….Aamiin ya Allah….
Ya Allah… beri kami putra putrinya ini kesempatan untuk memberi kebahagiaan untuknya karena apa yang kami dapat darinya hingga sekarang itu belum bisa membalas segala pengorbanannya…
Ayah…. Jika surga ada di bawah telapak kaki ibu, maka bagiku telapak kakimulah jalan menuju surga itu..

0 komentar:

Posting Komentar